Kamis, 23 Januari 2014

Hujan Semalam Part 2-Puisi




Ketika menghampir di istanamu yang megah
Segan itu membalut mengimbangi dinginnya hujan
Masih terasa hina jika pengemudi menjejaki kaki di peraduan tuan putri
Keterpaksaan muncul ketika sebuah senyuman meluluhkan hati

Kuyup itu semakin membekukan langkah kaki
Kehangatan lembut lakumu mencairkannya
Dan pemuda semakin tunduk pada hakikat diri
Untuk apa memenuhi hasratnya?

Dalam ketertegunan yang membayangi
Aroma kehangatan semakin menandingi
Pemuda semakin tidak sadarkan diri
Akan pesona yang kau miliki

Ah, mungkin hanya sebuah hayalan
Berkutat pada pikiran melayang
Bangunlah pemuda bersamaan hujan
Kian lama kian terang

Mungkin, tidak ada yang berkesan bagimu
Kecuali pemuda yang tak tau diri yang pernah mengantarmu
Mungkin, ini hanya sebuah keberuntungan
ATAU...  hanya sebuah keterpaksaan
Jika bukan karena hujan
Takkan mungkin niat hati sudi diantarkan
Seruputan teh terakhir yang mungkin tidak akan kau hidangkan lagi untuknya
Cukup menambah keberanian yang juga takkan pernah kau dapati lagi setelahnya
Buliran bayu semakin menipis bersamaan nafas yang melega
Sudah saatnya memalingkan wajah

Jika memang dia yang pertama
Mengapa hati yang lalu masih menyapa?
Rona wajah yang kian mewarna
Takkan mungkin sedikit yang memujanya

Biarlah ini menjadi cerita lalumu
Yang mungkin tak kau ingat lagi di benakmu
Biarlah pemuda itu berlalu
Bersama hujan yang telah berlalu

Hujan menjadi saksi
Malam pun takkan menghakimi
Biarlah sepi menghantui diri
Pemuda pun pergi menyadarkan diri

Dan kau berkata pelan padanya
“Terimakasih untuk malam ini,
Sudikah kau berpuisi mengenang hujan malam ini?
Kernyitan lahir di dahi
Lembut pula ia membalas “dengan senang hati”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar